Thari:qah juga berupaya
melestarikan Islam ‘ala Ahlissunnah Wal Jama:’ah yang
moderat, toleran dan inklusif secara konsisten dalam bidang syari’at, hakikat
dan ma’rifat di tengah masyarakat dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Untuk itu dipandang perlu
perluasan sayap Thariqah yang merupakan visi dari Lajnah Pemberdayaan SDM yang
berada dalam sistem kepengurusan dalam organisasi Thariqah. Serta sebagai
bagian tindakan gerak dari pencapaian tujuan dari PD-PRT yang tertuang dalam
pada Pasal VI, di mana Thariqah mensosialisasikan semangat nasionalisme di
tengah-tengah masyarakat dengan menghindari terjadinya konflik-konflik, baik
antara penganut Thariqah maupun anggota masyarakat lainnya. Karena itu,
Jam’iyyah Ahlith Thariqah An Mu’tabarah An Nahdliyyah (baca: JATMAN) merupakan
organisasi terbuka bagi siapa pun yang berpaham Islam ’ala hlussunnah wal
Jama’ah untuk menjadi anggota, sebagaimana ketentuan yang sudah diatur pada
PD-PRT (termasuk salah satunya sosok mahasiswa). Bahkan anggota dari kalangan
muda justru memiliki kedudukan strategis untuk menjadi anggota Thariqah, karena
di samping mereka memiliki kedudukan strategis di tengah masyarakat, bangsa dan
Negara juga merupakan bagian dari upaya mengimplentasikan amanat Rasulullah
saw, sebagaimana riwayat hadits yang menyebutkan bahwa anak muda yang memiliki
kekuatan spiritual (qalbu) melalui kedekatannya (mu’allaqun)
dengan rumah-rumah Allah (masajid) menjadi salah satu dari tujuh
kelompok yang memperoleh jaminan keselamatan di akherat nanti.
Selama ini Thariqah sudah membumi dan mengakar
di kalangan masyarakat luas yang pada umumnya adalah orang-orang tua. Padahal
Thariqah sangat memberikan pintu kemaslahatan bagi semua usia, seyogyanya juga
harus mengakar pada kalangan muda terutama mahasiswa karena mahasiswa merupakan
sosok agen perubahan, baik dalam tatanan sosial politik maupun dalam
menciptakan terobosan sistem dalam bentuk tindakan dan gerak sosial. Bahkan
mahasiswa memiliki kedudukan strategis sebagai generasi penerus dan calon
pemimpin bangsa ini. Dalam konteks ini
seorang mahasiswa harus memiliki jiwa yang tangguh dan bersifat jangka panjang
(visioner), baik dalam bidang intelektual, sosial maupun politik tanpa harus
meninggalkan konsep spiritual. Sehingga benar-benar mampu mereka memberikan
kontribusi positif bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Kemampuan intelektual dan
kekritisan mahasiswa yang melahirkan sebuah gejala baru dan perubahan yang
sangat luar biasa. Akan sangat ideal jika sosok mahasiswa memiliki kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual. Sehingga mahasiswa tidak terjebak dalam lingkungan pemikiran yang
sempit dan cenderung didasarkan pada nafsu. Hal ini menimbulkan pemikiran-pemikiran
subyekif dan ekstrimis. Oleh karena itu,
diperlukan sebuah pendekatan yang menggabungkan dan memadukan antara kecerdasan
intelektual (akal), emosional dan spiritual (hati) di kalangan mahasiswa sebagai
bentuk riil penyelesaiannya.
Untuk menyeimbangan kemampuan
intelektual, sosial, dan spiritual tersebut di atas mahasiswa harus memiliki
dasar yang kuat (Thariqah/tasawuf) demi terciptanya perubahan yang bersifat
obyektif. Dasar yang memiliki gerak riil yang mengakar dan tidak memuat kepentingan
yang pragmatis. Inilah yang sangat sulit ditemukan dalam jiwa seorang mahasiswa
yang kritis. Bahkan sering kali melahirkan sikap radikalis dan eksklusif yang
diakibatkan oleh frustasi atas arah gerak dan tindakan. Karena aksi dan gerakan
mereka jauh dari kekuatan batin (thariqah/tasawuf) yang menekankan pada cinta
dan kasih sayang (rahmah wa syafaqah) terhadap diri, sesama dan makhluk
lain.
Kebanyakan tindakan mahasiswa saat
ini yang tidak dilandasi oleh konsep spiritual melahirkan sikap gegas
(rushed), ganas (anarchy), gersang (humorless) yang
diakibatkan tidak memiliki rasa cinta dan kasih sayang (rahmah wa
syafaqah). Untuk itu sangat diperlukan sekali jalan spiritual yang
benar-benar tidak terjebak pada konsep subjektifitas. Disadari atau tidak
kekolotan pandang spiritual bagi mahasiswa sudah menjangkit (bersifat normatif
dan konservatif). Bukti riil mahasiswa jauh dari konsep spiritual bisa dilihat
dari hasil tindakan dan gerak yang mementingkan kepentingan mahasisiwa secara
individual dan gerak yang hampa. Dan terlalu mengagung-agungkan dirinya hingga
merasa paling benar dirinya sendiri atau kelompoknya sendiri. Semua ini karena
adanya kekosongan ruang batin (Ketentraman Illahiyah) dalam dirinya.
Berangkat dari
kegersangan dan ruang batin kosong spiritual dan meluruskan arah gerak
yang jernih serta rasa prihatin dari JATMAN terhadap realitas pada Mahasiswa,
maka JATMAN merasa perlu membentuk sebuah wadah untuk melakukan pendidikan
terhadap mahasiswa sehingga menjadi generasi muda dan calon pemimpin bangsa
yang memiliki integritas tinggi dengan basis spiritual dan intelektual. Di
samping itu, sebagai ikhtiyar JATMAN dalam melestarikan Islam ‘ala Ahlussunnah
wal Jama’ah yang moderat, toleran dan inklusif di lingkungan perguruan tinggi
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
Dalam konteks
inilah, deklarasi dan pendirian organisasi
Mahasiswa Ahlith Thariqah an-Nahdliyyah (MATAN) menjadi sebuah keniscayaan bagi
JATMAN pada khususnya dan
masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia pada umumnya sebagai sebuah upaya
konkrit atas penyelesaian problematika sosial politik dan krisis moral bangsa
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar